Selasa siang. Panas.
Lagi, ini bukan cerita saya, ini
hanyalah sebuah ilustrasi tentang bagaimana rasanya menghilang dari
pandangannya, tentang bagaimana rasanya menghindar dari kenyataan cinta, dan
tentang bagaimana rasanya pindah menuju sesuatu yang katanya indah. Selamat
membaca:)
Sebenarnya, saya sudah lelah
hanya untuk menunggui kamu yang tak kunjung datang. Namun, entah kenapa, saya
belum ingin berpindah kepada yang lainnya. Sebenarnya, saya tidak ingin terus
diam disini, mengharapkan kamu akan datang dengan seonggoh mawar atau ribuan
puisi cinta yang nyatanya mungkin tak akan pernah terjadi.
Sejujurnya, saya bingung dengan
apa yang saya lakukan. Setiap saya mencoba menghilang dari pandanganmu, kamu
malah datang kepada saya. Walaupun kedatangan kamu itu hanya untuk hal kecil
yang akan terlupa olehmu, tapi tahukah kamu kalau sebenarnya saya disini sangat
bahagia bisa melihat wajahmu lebih dekat? Tahukah kamu kalau dimata saya, kamu
adalah sosok sempurna? Sepertinya kamu tidak tahu itu.
Sampai akhirnya, sebuah berita
bahagia datang menemui saya pagi itu. Dari kabar-kabar yang beredar, katanya kamu
sedang menyukai seseorang. Otomatis saat itu juga, saya langsung bertanya-tanya
siapa wanita itu. Dan tanpa dugaan sebelumnya, kamu ternyata dibilang menyukai
saya. Jujur, saya merasa tenggelam dalam perasaan bahagia itu sesaat. Walaupun
itu hanya sekedar berita dari mereka dan belum tentu fakta. Tapi memang sangat
tak bisa dipungkiri betapa melonjaknya parameter hati saya hari itu. Apalagi
setelah duduk disamping kamu, lalu kita memulai sedikit percakapan hangat.
Bahagia saya adalah karna akhirnya saya bisa merasakan hati kamu mulai mencair
dan tidak sebeku dulu lagi. Bahagia saya adalah karna saya bisa menatap kamu
lebih lama dari biasanya. Bahagia saya adalah karna saya bisa merasakan cinta
kepada kamu, lebih dalam lagi.
Sayangnya, saya memang terlalu
bodoh dalam hal cinta. Setelah hari bahagia itu tiba, harusnya saya sudah
bersiap akan ada hari buruk pula yang menimpa. Hari ini, waktunya. Seperti
biasa, saya menerima pesan singkat dari-mu, membalas pesan itu dengan lagi-lagi
berharap kamu akan membawa pesan itu menuju suatu pernyataan cinta. Tapi, saya
sama sekali tidak pernah merasa bahwa pembicaraan kita akan berlabuh pada kata
cinta. Sebenarnya, saya tak keberatan untuk menunggu lebih lama lagi, tapi saya
sama seperti orang lainnya, yang katanya butuh kepastian. Itulah yang membuat
saya tanpa sadar memancing kamu menuju curahan hati terdalam kamu yang selama
ini telah kamu tutup rapat-rapat.
Raut wajah senang hinggap sesaat
ketika kamu mulai bercerita tentang wanita idaman kamu itu. Berjuta keyakinan
mulai bermunculan dalam benak saya, kalau hari ini penantian saya akan
berakhir. Sampai kamu selesai menceritakan kisah tentang gadis itu, saya masih
merasa yakin kalau yang kamu maksud adalah saya. Namun kenyataan yang ada, kamu
malah membawa nama dia untuk kita perbincangkan. Kamu malah meruntuhkan harapan
saya. Tahukah kamu kalau saya sempat menitihkan air mata saat kamu menyebut
namanya? Sadarkah kamu kalau sedari tadi, balasan pesan buatmu adalah sebuah
harapan saya? Sadarkah kamu kalau disisi ini, saya mencintai kamu lebih dari
kamu mencintainya? Sepertinya kamu tidak sadar, tidak pernah.
Saya masih diam dalam tangis,
mencoba mengais-ngais sebongkah kekuatan untuk menghentikan derai air mata ini,
untuk tetap tegar dihadapan orang-orang lain, terutama dihadapan kamu. Tapi
ternyata tidak. Saya tidak cukup mampu untuk membohongi perasaan kecewa ini.
Saya tidak cukup mampu menerima pahitnya perjalanan cinta pertama saya. Jujur,
saya lemah dalam hal cinta.
Perlahan, saya mencoba menghapus
sedikit demi sedikit memori tentang kamu, mencoba menghilangkan kamu dari
pandangan saya, meskipun saya tau kalau itu adalah hal terberat yang pernah
saya jalani. Tahukah kamu kalau setiap tanpa sengaja saya melihat kamu, saya
langsung pergi kesuatu tempat sepi yang jauh dari siapapun hanya untuk menutupi
air mata yang perlahan akan mengalir dari mata ini? Tahukah kamu sudah berapa
banyak rintihan air mata hari ini yang mengalir diatas pipi saya? Tahukah kamu
kalau saya terlalu sakit untuk mencoba menghilang dari pandanganmu? Tahukah
kamu kalau saya juga ingin kamu cari, ingin kamu perhatikan seperti dia yang
selalu kamu cari dan selalu kamu perhatikan? Sudahlah, saya sudah terlampau
sakit, saya sudah terlampau lelah akan segala kenyataan cinta pertama saya yang
ternyata pahit dan getir.
Setelah benar-benar terbangun
dari mimpi saya, barulah saya sadar siapa saya di mata kamu, dan siapa kamu
dimata saya. Kita mungkin memang punya impian yang sama, sama-sama ingin
mengejar yang dicinta seperti apa katamu waktu itu. Tapi, impian kita sangat
berlawanan. Tidak mungkin saya harus selamanya mengejar kamu selagi kamu
terus-terusan mengejar dia. Seperti kedua roda sepeda yang tak akan pernah
bertemu ketika semuanya saling maju. Begitupun saya dan kamu. Mungkin benar
kata orang, cinta memang tak harus memiliki. Mungkin ini adalah saatnya saya
mengakhiri sisa harapan kecil yang saya genggam dan melepaskannya untuk berpindah
menuju sesuatu yang indah. Pindah untuk sesuatu yang akan membawa saya menuju
bahagia. Pindah untuk mencari harapan baru yang bukan sekedar impian. Pindah
untuk menemui cinta yang nyata.
Sampai hari ini, saya masih
mengingat jelas tentang kamu. Masih sesekali menyentuh bayang-bayangmu dalam
mimpi saya. Saya sama sekali tidak berniat lagi untuk menghindar darimu. Saya
juga tidak ingin melupakan kamu yang pernah mengisi hati saya, saya tidak mampu
semudah itu untuk menghilangkan kamu dari ingatan saya. Yang saya perlu dan
inginkan hanyalah sekedar berpindah.
Dari hati-mu menuju hati lain; dari kehampaan menuju keberadaan; dari harapan
menuju kepastian; dan dari kesedihan menuju kebahagian.
Hanya sekedar berpindah, siapa tahu, perpindahan akan mengantarkan saya
pada sesuatu yang lebih indah. Move is better, isn’t it? -m-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar