‘Tuhan,
bawalah aku kedalam kedamaian-Mu.’ tanpa sadar, aku mengucapkan kata-kata itu
dalam doaku. Aku tidak bermaksud banyak untuk bisa mengucapkan kata-kata itu.
Hanya saja, aku sudah lelah menghadapi apa yang sedang aku hadapi. Apa yang
mereka rasa hanya masalah kecil dan tak ada artinya, ternyata bisa membuatku
menangis meskipun tak sebanding untuk semuanya.
“Selline,
belum tidur?” tanya kakakku yang berdiri didepan pintu menghadap kearahku yang
masih terbaring di kasur sambil memegang handphone berharap sesuatu.
“Gak
bisa tidur.” Ucapku ringan.
Jam
sudah menunjukkan pukul 11 malam. Tak ada alasan yang pasti untuk alasan kenapa
aku sulit untuk tidur. Aku hanya saja, sedikit merasakan perasaan mengganjal
dan besar penasaran. Ya, penasaran karena Joseph. Tapi aku harap, perasaan
penasaran ini tidak lama. Dan kuharap, apa yang dulunya tidak kupercayai ini
akan segera hilang. ‘CINTA’.
***
Pagi
ini mood yang tadinya sedikit buruk, sepertinya tidak terlalu terasa. Mungkin
karena ulangan matematika tadi tidak terlalu rumit. Ya, setidaknya semua soal
bisa kukerjakan dengan baik dan aku yakin seratus persen tidak akan mendapat
yang terburuk.
“Sell,
gimana ulangannya??” tanya Eka sewaktu bel istirahat.
“Yah
gitulah. Hehe.”
“Selline!!!!”
terdengar seseorang memanggil namaku dari kejauhan. Rebeca rupanya.
“Kenapa?”
aku berjalan menghampiri Rebeca, meninggalkan Eka dengan izin tentunya.
“Kata
Ibu Rosa, pulang nanti kamu bantuin aku buat laporan pembukuan osis.” Rebeca
menjelaskan.
“Lah? Aku?
Pasti kamu yang ngajak kan?” aku mencoba menolak tawaran itu. Terlalu malas
untuk mengerjakan sesuatu yang bukan bidangku.
“Nggak
kok. Bu Rosa yang bilang. Swear deeh.”
“Yaudah.”
Ucapku lemas. Harus ada sesuatu yang dikerjakan pulang sekolah. Ah. Kembali,
BADMOOD menyerangku.
‘Harusnya
rebeca tidak kuhampiri tadi.Biar dia aja yang kesana. Udah manggil, nyuruh
lagi.’ batinku kesal.
Tanpa
terasa, waktu berlalu cepat. Tak ada berita atau gossip menarik untuk
diperbincangkan selama 6 setengah jam belajar disekolah. Hanya sedikit candaan
yang nyatanya hanya bisa membuat aku memasang senyum terpaksa.
“Mana
kunci osisnya?” tanyaku dengan nada super sinis.
“Nih.”
Rebeca mengulurkan tangannya memberi kunci ruang OSIS.
Bel
pulang sekolah baru saja berbunyi. Masih banyak anak berkeliaran termasuk anak
yang satu itu. Perlahan, aku melihat Joseph berjalan sigap menuju tempat aku
berdiri sambil membuka kunci ruangan. Joseph? Kesini? Atau mataku sudah
terhipnotis oleh laki-laki itu?
Joseph
berdiri tepat didepanku, “Hai selline. Mau buat laporan pembukuan kan? Aku ikut
ya, aku mau nanya tugas matematika sama kamu.” Ujarnya sumringah.
Aku
berdeham, mengangguk dengan senyum yang sebenarnya lebih dari senyum yang aku
pasang.
“Nah,
kamu cukup kasih aku datanya aja, biar aku yang ketik. Terus tolong diprint
nanti. That’s all.” Rebeca menjelaskan sambil memberikan setumpuk map-map yang
isinya tentang uang uang dan uang.
“Iya.” Ucapku
ringan sambil segera mengurutkan data-data yang ada.
“Kapan
selesai?” tanya Joseph saat melihatku sibuk-sibuknya bergemul dengan kertas
dihadapanku.
“Sebentar
lagi.” Jawabku masih dengan konsentrasi tingkat tinggi mengurutkan data-data itu
yang kurasa sangat acak-acakan.
Aku
mencoba sesegera mungkin, secepat mungkin membereskan semua itu. Hm, ini adalah
mauku. Mauku untuk cepat-cepat dekat dengan Joseph.
“Mana
pr kamu?” tanyaku menghampiri Joseph yang sedang berdiri di ambang pintu ruang
OSIS.
“Oh,
ini. Kamu tulis aja jalannya, nanti kalo ada yang gak ngerti aku tanya.” Jawabnya
enteng.
Waw!
Sebegitu harusnya kah aku demi dia? Tapi aku tidak menolak semua itu. Tidak
gampang untuk menolaknya. Dia tetap duduk didepanku, memerhatikan aku
mengerjakan PR diatas kertas yang tadinya kosong, dan saat ini penuh dengan
coretan tinta hitam.
“Sel,
aku kekantor dulu ya. Mau nanya sesuatu sama Bu Rosa. Kamu berani kan disini?
Lagian ada Joseph juga.” Rebeca membawa secarik kertas data entah data apa.
Aku
mengangguk pelan. Semakin dia melangkahkan kakinya keluar, semakin jantungku
berdetak penuh debar. Semakin dia pergi, semakin aku ingin pingsan. Di ruangan
ini, hanya ada aku dan Joseph. Aku memang sibuk mengerjakan tugas, dan suasana
ruangan sangat diam, tapi sungguh! Ini nyata, aku tidak menaruh konsentrasi
tinggi untuk itu. Terlalu sirna semuanya karena debar jantung yang meningkat
per menitnya.
“Sell,
gimana miniaturnya? Ditaruh dimana?” tanya Joseph tiba-tiba yang membuat
sekiranya nafasku berhenti sejenak.
“Ada di
kamar. Kenapa? Ohya, mamaku bilang miniaturnya bagus.”
“Bener?
Ya nggak apa-apa. Aku cuma mastiin miniatur itu selalu kamu lihat setiap hari.”
“Emangnya
kenapa kalo aku gak liat?”
“Ya,
kalo kamu gak liat, kamu gak bakal inget aku dong?” Joseph menundukkan kepalanya sedikit dengan mata tetap mengarah
padaku.
Masih dengan
mengerjakan PR-nya, aku tertawa kecil, “Apasih kamu jos?”
“Kenapa?
Aku gak main-main loh. Aku kan udah bilang sama kamu waktu itu.”
Aku
mencoba mengingat Kamis lalu. Kata-kata yang diucapkan laki-laki yang sekarang
sedang ada dihadapanku. Aku kembali menampakkan tawa kecil, “Aku inget kok.
Tapi kan kamu udah punya pacar. Gak pantes ngomong semua itu ke aku yang
statusnya entah apa.” Lagi, tanpa sadar aku mengucap sesuatu yang kurasa aku
salah mengucapkannya.
“pacar?
Kamu tau darimana Sel? Sumpah! Aku gak pacaran sama siapa-siapa Sel.” Joseph
mencoba mengelak ucapanku.
“Liat
di status BBM kamu. Iyakan?” tanyaku pura-pura tidak peduli, padahal dalam hati
sungguh menaruh harapan besar.
“Sumpah
deh sel! Aku dibajak si Javen.” ucapnya ngotot meyakinkanku. Ia menarik kertas
yang sedang aku pakai untuk membuat oretan kecil untuk menghitung suatu
bilangan, dan membuat ku menatap wajahnya. Ia melanjutkan pembicaraannya, “Percaya
sama aku, aku bakal buktiin apa yang aku bilang.”
Aku
terdiam. Dan mungkin, menganga tanpa sadar. Diamku hanyut seketika saat Rebeca
masuk tanpa mengetuk pintu.
“Aku
kembaliiii.” Rebeca duduk dikursi sebelahku menyenggol badanku.
Aku
tersenyum kecil, “Lama banget.” ucapku mencoba tidak menunjukkan rasa canggung
sedikitpun.
Saat
itu. Detik itu juga. Untuk pertama kalinya, aku merasakan debar jantungku
nyaris tak terhitung dan rasanya kebahagiaan besar melimpah didepan mata. Detik
ini, aku harap jam berhenti berputar, aku masih ingin mendengar kata-kata itu.
Aku merasa sangat………..bahagia
Gue selalu ngikutin cerita ini dan... perfect!!!
BalasHapussosuit sekali yach
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusKece gila!
BalasHapus