Sabtu, 08 Juni 2019

mem•oir [2]

Untuk kamu, teman terbaikku, dulu.

Dua hari yang lalu, aku kembali berkutat dengan cerita dan sajak barang sebaris dua baris yang sempat kutuliskan lima tahun lalu.

Aku mengenang, bagaimana aku di lima tahun belakang?
Tertawa, menyadari betapa bodohnya diri ini dengan segala hal konyol yang kulakukan belakangan.
Tersenyum, mengingat indahnya masa-masa itu, masa dimana ada yang mampu menghiasi kelamnya hariku saat itu.

Kemudian senyumku mengerucut.
Berubah menjadi diam dalam sendu.
Bukan. Aku bukan sedih dengan apa yang telah terjadi dimasa lalu.
Aku hanya merindu
Rindu sekali, sampai akhirnya diamku menjadi tangisan.

Pernah merasa menangis namun bahagia?
Itu yang aku rasa ketika kutemukan memori disana.
Kamu, teman terbaikku. Seorang yang menemukanku dalam kesendirian dan membawaku menuju dunia yang lebih membahagiakan. Kamu mengajarkan banyak hal, teman.
Tanpa kamu sadari, bahkan dititik terakhir pertemuan kita, kamu yang buatku menjadi aku yang sekarang. Kamu buat aku jadi lebih tegar, dan belajar menerima kenyataan, walau pahit. Kamu meyakinkan kalau akan ada jalan dalam setiap permasalahan.

Kita berpisah dalam diam, dalam kesedihan yang tak larut sehari, sebulan, bahkan setahun. Mungkin bukan kamu, tapi aku. Aku yang merasa.

Aku larut dalam kelam sampai akhirnya aku sadar bahwa kamu yang membawaku menuju kebahagiaan.
Terima kasih, teman! Untuk setiap rasa yang pernah kamu ciptakan.
Terima kasih untuk ada disampingku, dan selalu menjadi pendengar terbaik untukku kala itu.
Terima kasih untuk kejutan luka yang sempat kau goreskan sampai aku belajar melepaskan.

Aku masih asyik memindai satu per satu memori itu.
Menelisik sisa-sisa kenangan yang pernah kuciptakan, denganmu.
Mungkin bukan untuk dikembalikan, karena waktu tidak untuk diputarbalikkan,
Namun dijadikan kenangan.

- dari aku, yang sampai sekarang masih memperhatikan tanpa perasaan