Minggu, 11 Juni 2017

Takut

Minggu sore. Mendung. 

Hari ini, untuk kesekian kalinya aku bercerita tentang dia, laki-laki dengan seribu cerita. Pikirku melayang jauh, membayangkan kalau kalau yang aku takutkan akan terjadi; kalau kalau yang kita (mungkin hanya aku) takpernah harapkan ini terjadi.
Perlahan, kupejamkan mataku, mencoba mengingat kembali satu dua kalimat yang kau ucapkan saat lalu, dengan harapan hatiku bisa lebih damai, tidak mencoba singgah kanan kiri untuk mencari kamu, karna kamu memang tidak pernah berpindah.
Aku, masih belum ingin memintamu pergi, pun dengan kamu. Tetapi, kenapa tak jemu jemunya rasa ini muncul? Rasa dimana aku, kian mempertanyakan semua tentang kamu. Tentang kamu.
Yang manakah celah yang ingin kau tutupi? Yang manakah titik yang coba kau gapai? Beritahu aku. Supaya hati ini tak lagi merasa ragu.

Hari ini, untuk kesekian kalinya, aku bercerita padaNya. Dengan sebulir dua bulir air mata, kuceritakan padanya, tentang cinta yang tak lagi sama; tentang rasa yang tanpa kusadari semakin keluar batas. Aku, tak akan mempertanyakan tentang kamu, kalau kamu lebih awal menjelaskan. Katakanlah. Bicarakan semua tentang rasamu yang tak sanggup aku telusuri. Tunjukkan padaku tentang kata yang kau janjikan dulu, yang kau harapkan selamanya begitu, pun dengan aku.

Kamis, 12 Januari 2017

Janji?

Aku tau. Aku tak boleh menaruh titik curiga pada sosok kamu, tak seharusnya. Sedikit saja kutambahkan butirnya, sudahlah, tak akan lagi sama.

Kamu, dengan logat khas ngotot-mu matimatian mencoba meyakinkan aku, si gadis lugu yang dengan bodohnya benar-benar sedang diambang cinta. Aku, diam saja, mengiyakan setengah mengira-ngira. Kuyakinkan diriku setengah mati, supaya seperti ucapanmu, kita tetap seperti ini.

Namun, hati bukanlah batu, sayang. Hatiku juga punya sudut, dimana aku, si gadis lugu ini juga punya rasa heran, heran akan tingkah lakumu yang semakin lama tak mampu kuresapi dengan akal sehatku. Heran dengan segala bisik sana sini yang semakin lama menghasut pikir baikku tentang kamu, tentang kita.

Mungkinkah?

Aku masih terdiam, tenggelam dalam selimut abu-abuku. Pikirku menerawang. Tentang luasnya duniamu yang tak akan pernah bisa kuraih satu per satu. Duniaku yang sangat sempit, dekat dalam pandangmu, sedang duniamu sangat jauh dari pandangku.

Sejenak, aku meragu. Tentang kata yakin yang kudefinisikan sebagai janji.

Kupejamkan mataku, mencoba menghilang dari semakin rumitnya basa basi tentang cinta. Mencoba supaya seperti yang kau bilang, ini bukan satu-satunya. Tapi, pikirku tak sesempit itu, sayang. Aku kecil-diantara kerumunan pertanyaan dalam benakku.

Apa yang kamu coba lakukan lagi untukku?

Seberapa lama kamu perlu mengenal aku? Supaya kamu bisa menelisik pola pikirku?

Aku masih saja diam. Larut dalam hati yang setengah menangis setengah meredam. Ingin, aku buncahkan segala rasa sesak ini, supaya tak lagi aku tersesat keluar dari pertanyaan pertanyaan bodoh itu.

Tapi, masih saja semuanya menggelayut dalam benakku. Kamu, selalu berusaha mengerti aku, tapi tak benar benar sekalipun kamu melakukannya. Aku benci kebohongan, sayang. Jangan biarkan aku larut dalam kata-kata manis apapun. Aku mau tahu tentang semuanya, semua tentang mu yang aku ingin ketahui, semua tentang kamu yang coba kamu simpan supaya tak jadi luka untukku.

Bicaralah. Katakan dengan logat khasmu. Yakinkan aku supaya aku tak menaruh curiga ini lagi buatmu.

Aku lelah. Aku butuh jawaban. Atas kata yakin yang telah aku definisikan dengan janji, yang semakin lama semakin pudar. Hilang, bersama kenangan itu sendiri.

-untuk yang selalu menyesakkan dengan pertanyaan tak penting, aku benar merindukanmu-