Rabu, 05 Juni 2013

Maybe..♥ #last

“Sel, tugas Pak Bondan udah buat?” tanya Ocha menghampiri Selline yang tengah duduk santai di taman menikmati secangkir kopi instan.
“Udah. Kenapa?”
“Boleh pinjem? Aku udah 2 kali missed pelajaran Pak Bondan. Jadi, you know lah.”
“Iya, pinjem aja.”
“E.. sel?”
“Ya?”
“Kemarin, Joseph bbm aku.” Ocha kembali meneruskan ucapannya, “Dia nanya-nanyain kamu tuh.”
“Apa?”
“Ya, nanya-nanya biasa. Kamu masih baik-baik aja kan sama dia?”
Selline menarik nafas panjang, “Ocha, sudah dari setahun yang lalu kan aku bilang, aku itu gak pacaran sama Joseph.” nada Selline mulai meninggi.
“Iya-iya. Aku sih emang agak gak percaya, tapi ya kalo dipikir-pikir, gak mungkin juga. Ah, udahlah.”
“Hm..” jawab Selline acuh. Entah apa yang terbesit dipikirannya. Semuanya terasa runyam.
“Sel?” Ocha kembali menyebut nama itu.
“Kenapa?” Selline menjawab dengan nada yang tinggi.
Kali ini, Ocha membatalkan apa yang ingin ia ucapkan. Biarlah Selline mengetahuinya sendiri nanti.
Hari-hari dijalani Selline seperti biasa, tanpa ada yang special atau menarik. Sudah terlalu sulit baginya mendapatkan yang special semenjak malam itu. Meskipun ada Leo yang setiap hari menjadi ojek-nya bahkan ada Arfan yang setiap minggu selalu membawakannya setangkai mawar putih, tetap saja semua itu tidak sehangat dulu. Sampai hari ini tiba. Hari dimana Selline harus merasakan jantungnya berdetak 1500 kali permenit dan matanya sudah 100 detik tidak berkedip hanya karena orang ini.
“Wow bro! Kabar itu bener ternyata.” ujar seseorang menepuk pundak laki-laki itu.
“Kabar?”
“Ya, Joseph pindah kesini. Gitu kata temen-temen yang lain, ternyata bener. Kenapa pindah man?” Roy menyunggingkan senyumnya.
Selline hanya bisa menatap itu dari kejauhan. Ia bertanya-tanya dalam hati, kenapa ia harus dipertemukan dengan masa lalu?
“Sebenernya, waktu itu aku mau kasih tau kamu sel, tapi kamunya kayaknya lagi marah gara-gara aku ngobrolin Joseph.” Ocha menyadari bagaimana seorang perempuan yang duduk disebelahnya itu begitu terperangah melihat kehadiran “teman lama”.
Tak banyak yang ia lakukan. Berjalan bersama Roy entah kemana. Sementara Selline hanya melihat “ia” dari kejauhan. Sesak rasanya. Terlalu berat untuk menghadapi masa lalu. Kenapa masa lalu ini datang kembali?
“Dia.. masuk fakultas apa?”
“Hukum sel, sama kayak kita. Di Jakarta, dia sering bolos, jadi udah berapa kali dapet SP. Sampe akhirnya orang tuanya maksa dia ikut ortunya disini. Katanya, biar ga bolos.” Ocha menjelaskan.
“Dia tau aku disini?”
“Ya iyalah. Makanya dia mau kesini.” Elis menjawab dengan lugunya.
“Oh.” Jawabnya pelan bahkan hampir tak terdengar oleh kedua temannya.
Selline tidak tau apa yang harus ia lakukan. Ia hanya diam, terpaku masih menatap sosok seorang dari belakang itu tanpa berkata apa-apa. Masih aneh, rasanya. Debar jantung, mata yang terbelalak, dan tubuh yang seakan kaku itu tidak dapat dipungkiri masih menyimpan secercah harapan. Kali ini benar, ini bukan kelabu. Ini nyata dan perlahan, Selline mulai menyunggingkan senyumnya kearah kedua temannya. Ocha dan Elis hanya saling melirik dan seakan mengerti maksud senyuman itu.
***
Ini adalah hari baru, Selline mencoba membuka buku usang yang tersimpan rapi di laci meja kamarnya. Ia tersenyum melihat sebuah tulisan tinta hitam yang telah memiliki jawaban, “Ya”, ujarnya dalam hati, sambil menatap lembar paling akhir dari buku harian itu, “God has given to me my destiny, J”. Segera, ia menyelipkan sebuah kertas kecil dihalaman paling akhir buku itu. “This day is the 20nd ours. You’re truly mine, and I’m truly yours, J

Nb:
Selamat datang kembali masa lalu, inikah yang mereka sebut tentang cinta? –kalimat terakhir Selline dalam buku hariannya yang ia tulis dua puluh tiga tahun yang lalu.


1 komentar: