Sabtu, 08 Desember 2012

Maybe..♥ #3


                Ini waktunya api unggun. Malam kamis yang penuh keharuan. Haru karena aku membayangkan sesuatu yang sama sekali tidak ingin aku bayangkan. Kejadian satu bulan lalu dan kejadian 1 tahun lalu. Kenapa Januari begitu memusingkan? Tidakkah aku bisa bernafas lega untuk malam ini? Kulihat semua anak tersenyum bangga, tertawa bersama sambil membuat berbagai menu makanan. Kenapa aku tidak mengikuti mereka? Kurasa aku akan membaik, segera.
                “Hai Eca. Lagi ngapain?” tanyaku basa-basi untuk menghilangkan ngantuk yang mulai bersemi jam 8 malam.
                “Kamu gak liat? Aku lagi bakar jagung sayang.” Jawab Rebeca mungkin dengan perasaan sedikit kesal.
                “Boleh aku coba satu?”
                “Kamu mau bakar atau makan?” Rebeca menanyakan pertanyaan itu dengan nada sungguh mengancam.
                “Kamu mau tau aja atau mau tau banget?” tanyaku dengan secercah tawa yang seketika lenyap.
                “Aku mau Javen.” Jawab Rebeca singkat sambil mengarahkan senyum termanisnya kea rah Javen yang sedang bermain gitar lagu Jason Mraz.
                Aku…. Aku hanya tersenyum miris. “Ciee yang udah balikan. PB (pajak balikan) nya mana?”
                “PB gak jamann tauukk sel.”
                Oh iya. Kurasa aku akan bertambah miris disini. Rabu kah hari kesialan-ku? Atau memang sudah takdirku untuk mendengar sesuatu yang tidak ingin aku dengar. Lebih baik aku pergi.
                “Aku ke tenda dulu ya, ca. Bosen.”
                “Katanya tadi mau nyoba satu. Nih jagungnya.” Ucap Rebeca sambil menyodorkan jagung bakar yang sedikit gosong buatannya.
                Aku tersenyum menggeleng. Meninggalkan tempat itu saat itu juga. Kurasa, aku butuh kesunyian. Oh Lord! Apa aku seburuk ini?
***
                Pagi Kamis. Kuharap, aku tidak akan merasakan hal yang sama untuk kesekian kalinya. Ya, kuharap.
                “Pagi Selline.” Sapa Rebeca yang baru saja sehabis dari kamar mandi.
                “Pagi.” Jawabku singkat. Entah kenapa, agaknya… aku malas untuk menghiraukan Rebeca untuk hari ini. Entah kenapa, aku berharap ada Joseph disampingku. Sama halnya dengan Rebeca yang selalu ditemani Javen hari ini.
                “Bosen ya kemah gak jelas kayak gini. Cuma bimbing adek kelas.” Kata Joseph tiba-tiba muncul dibelakangku yang sedang duduk dirumput menunggu giliran untuk menyampaikan pesan kepada adik kelas yang akan mulai lomba memasak.
                “Kamu betul. Dan aku gak suka suasana kayak gini.”
                Joseph tersenyum. “Mau ini?” Joseph menyodorkan sebuah barang tak jelas berwana biru yang berbentuk kotak biasa, namun terbuat dari kaleng. Kurasa itu hanya makanan, yang akan menghiburku dengan rasa suntuk ini.
                “ini apa? Makanan? Aku sudah kenyang.” tanyaku dengan rasa keingintahuan yang sudah memuncak.
                “Kalo kamu pengen tau, kamu harus pegang benda ini. Dan kalo kamu pegang, berarti kamu terima.” Ucap Joseph jelas dan penuh semangat. Beda dengan ku yang sedang lunglai bagai mayat hidup.
                “Sini.” Ujarku sambil membuka telapak tangan bersiap menerima benda itu. Aku tak butuh waktu untuk main-main. Aku sudah bosan dan saat ini segala sesuatunya ingin kubuat berjalan lebih cepat.
                Joseph menyodorkan benda itu. Aku membuka tutupnya perlahan.
                “Waw..” ucapku singkat dengan penuh perhatian untuk isi didalamnya.
                Joseph tersenyum, “Hm, itu miniature keluarga doraemon. Kalau kamu tekan tombol merah itu, lampu dari setiap miniatur akan menyala. Biar kupraktikan.” Joseph menekan tombol merah. Benar. Kilauan cahaya memukau dari kotak tak jelas yang sekarang menjadi milikku. “Kalo kamu tekan tombol yang kuning, Cuma kotaknya yang ada lampu, kalo yang hijau, kotak ples miniaturnya bercahaya. Kamu suka?” Joseph menjelaskan panjang lebar. Sementara aku tak begitu memerhatikan, aku terlalu asyik mengamati miniature itu.
                Miniatur doraemon, nobita, dorami, sizuka, giant, dan suneo, icon cartoon favoritku. Sejenak, sebuah kespeechless-an muncul dan aku tidak tau sama sekali ingin mengatakan apa. Rasanya aku ingin mengembalikan kotak itu kepada Joseph. Ada begitu banyak perasaan tidak enak.
                “Kukira kotak ini makanan.” Ucapku singkat dengan wajah masih kagum.
                Joseph tertawa kecil, “Haha, otak kamu udah terisi sama makanan ya sel? Gimana? Bagus gak? Kayaknya kamu speechless ya.”
                “Esiapa bilang! Nih ambil.”
                “Kamu gak suka?” Joseph menatapku, miris.
                “E…e… aku suka. Akan aku simpan. Makasih ya Joseph. E..e.. by the way, kenapa kamu kasih ini ke aku? Ulang tahun aku masih 11 bulan lagi loh. Haha”
                “Cuma pengen kamu tau, sebenernya itu kado buat kamu di ulang tahun kamu November kemarin.”
                ‘Hm. Makasiih Joseph. Makasih, makasih dan makasih. Makasih untuk semuanya. Bukan Cuma kado, tapi semua yang udah bisa buat aku gak bosen lagi dan berasa…. Aku pacar kamu.’ batinku
                Aku kembali menyambung pembicaraan yang sekiranya sudah 10 detik terputus. “Makasih banyak ya. Gapapa deh telat. Hihi. E..e.. bisa kamu simpen dulu kotaknya? Nanti aku ambil, aku mau kasih pengarahan dulu.”
                “Tentu.” Joseph tersenyum menjauh pergi meninggalkan posisi sebelumnya. Berjalan menuju tenda-nya. Entah apa yang akan dilakukannya. Aku hanya sedikit bahagia. Terima kasih untuk menjadi pengisi Kamis terbaik bulan Januari.
            Aku berjalan kedepan, mencoba memberikan pengarahan dengan penuh semangat. Semangat karna aku baru saja mendapatkan sesuatu yang tak pernah kuduga sebelumnya.
                “Selline!” pekik seseorang dari kejauhan.
                Aku menoleh ke sumber suara. “Kenapa?” tanyaku mengarahkan pandangan kepada Javen.
                “Lombanya bisa dimulai sekarang.” teriak Javen.
                Aku mengangguk. Menyampaikan kepada adik kelas bahwa lomba dimulai dan sekejap aku merasa ini adalah Selline yang selalu aku tunggu. Ini adalah aku yang sebenarnya. J

Penjelas:
Selline ulang tahun tanggal 25 November.  Tepat 56 hari yang lalu.

(flashback):
Ulang tahun Selline yang ke-16 kali itu bukanlah ulang tahun yang menyenangkan untuknya. Saat itu, ia dan Joseph tidak sedang dalam hubungan baik. Oleh karena itu, Joseph belum memberikan kadonya saat itu untuk Selline. Ia hanya menyimpannya, dan berharap… suatu saat Selline akan membuka kotak itu dan berkata “The special gift for me.” Tapi kenyataannya? Joseph tidak mendengar kalimat itu. Ia tidak mendengar apa yang ingin ia dengar.  


1 komentar: