Selasa, 11 Desember 2012

Maybe..♥ #4


                Senin. Baru kemarin aku pulang dari perjalanan melelahkan untuk kemah dengan adik kelas dan anggota OSIS, dan hari ini sudah kembali masuk ke sekolah seperti biasa. Melelahkan menjadi seorang pelajar. Berhadapan dengan sekian banyak tugas yang menumpuk selama 3 hari sebelumnya. Mengharap guru memberikan dispensasi meskipun rasanya terlalu mustahil.
                “Hai sell, gimana kemahnya? Seru gak seru gak?” tanya Yayas sumringah ketika baru saja aku meletakkan tas di kursi kayu nomor dua. Hari ini rolling tempat duduk. Dan ini waktuku untuk duduk di  barisan kedua.
                “Hai. Gak ah, biasa aja… tapi lumayan juga sih soalnya………” seketika ucapanku terputus. Tak sadar dengan apa yang akan aku ucapkan lebih lanjut. Sesuatu yang sama sekali tidak ingin aku katakan kepada siapapun tanpa terkecuali keluargaku yang semalaman habis menjadi stalker berat untukku. Mengintai dan menghujam habis-habisan dengan ungkapan ‘ciye’ yang kurasa berlebihan.
                “Soalnya apa Sel?”
                Oh tidak! Tentu saja aku tak akan mengungkapkan yang sebenarnya. “Ya, soalnya kemahnya itu bukan di sekolah. Seenggaknya refreshing, meskipun agak ngebosenin. Eh Yas, aku pinjem catetan kamu ya selama aku gak masuk. Boleh?” tanyaku mengalihkan pembicaraan tentang kemah yang tidak jelas.
                “Ya. Besok semuanya akan kubawa. Atau mau pinjam hatiku juga? Hahaha” tawa kecil meledak tanpa kecetaran yang luar biasa.
                “Iya, kalo bisa aku bungkus. Aku masukkin kedalem kantong plastic item terus aku buang jauh-jauh ke sungai deket sekolah. Puas kamu?” jawabku geram menanggapi lirikan mata genit Yayas yang sungguh tidak kusukai.
                “Selooow bray.”
                Aku menghembuskan nafas lega. Aku berhasil membuat alasan yang meyakinkan seseorang untuk tidak menjadi stalker seperti yang lainnya.
                “Sel.” panggil Rebeca sewaktu bel istirahat berbunyi.
                “Apa ca?”
                “Kamu sama Joseph jadian ya?” tanya Rebeca penuh rasa ingin tahu yang mendalam. Apa? Aku? Joseph? Kenapa Rebeca bisa mengatakan hal itu? Aneh!
                “Nggak lah ca! kamu ih suka sembarangan. Kata siapa juga.” Jawabku santai diselingi beberapa tawa kecil.
                “Ini. Si Joseph buat status ‘Taken’ di BBM.” Rebeca menunjukkan ponsel blackberry hitamnya kearah mataku yang hampir panas melihat status tak disangka itu. TAKEN! Rasanya baru 3 hari yang lalu Joseph mengatakan sesuatu yang kurasa… special. Kenapa secepat ini ia berubah? Kurasa aku butuh pergi sekarang! Inikah yang harus aku tunjukkan kepada Rebeca kalau aku.. cemburu? Tapi tunggu. Bukankah Joseph bilang ia… Ah sudahlah! Tidak penting! Kurasa omongan laki-laki hanya sebuah ke-bullshit-an.
                “Tapi bukan sama aku juga kali ca.” jawabku singkat dan penuh kemirisan dalam hati.
                “Yakali aja kan. Bytheway buat siapa ya, hm aku tanya ah.” Dengan sumringah Rebeca berjalan menghampiri Joseph yang sedang duduk di kursi depan kelas bersama teman-temannya.
                Aku hanya diam. Memerhatikan dari jauh gerak-gerik dan ucapan Rebeca serta Joseph. Berharap jawaban Joseph adalah diam atau paling tidak menolak dan mengaku handphone nya dibajak orang lain atau salah ketik atau apapun yang bisa membuat aku tersenyum tenang.
                Rebeca kembali. Dengan senyum masih penuh ke-sumringahan dilengkapi tentengan buku yang baru saja ia dapat dari kelas sebelah. Entah buku apa. Itu tidak penting. Yang penting adalah aku ingin menanyakan tentang Joseph. Tapi agaknya aku malu untuk menanyakannya. Tapi aku ingin tahu. Tapi… Oh dunia penuh serba ke’tapi’an!
                “Sel, udah nyatet tugas geo belum?” tanya Rebeca yang datang menghampiriku yang tengah duduk dikursi terbelakang sambil melamun tak jelas memerhatikan layar handphone china, menunggu sms dari siapapun yang berniat mengirimkan sms-nya untukku siang itu.
                “Belum. Aku aja pinjem bukunya Yayas, kamu pinjem buku siapa?”
                “Eka. Tadi dia sendiri yang nawarin. Eh sel..”
                “Ya?” Jawabku penuh harap Rebeca ingin mengatakan sesuatu yang aku ingin tanyakan. Ya, selalu dan selalu tentang Joseph.
                “Liat Javen gak?”
                “Gak.” Jawabku singkat dengan wajah ketus yang tanpa sengaja aku tunjukkan kepadanya.
                Siang ini, aku hanya terbaring dikasur. Lelah untuk mengerjakan catatan yang menumpuk atau tugas yang bertebaran ramai disekitarku. Aku merebahkan kepala, menatap langit-langit rumah yang dihiasi lampu putih terang. Memikirkan hal yang sama dengan yang tadi ada di sekolah. Rasanya ingin aku tanyakan langsung pada Joseph. Tapi tentunya, aku tidak memiliki nyali sebesar itu. Mungkin diantara deretan seratus angka atau dua puluh enam abjad, aku hanya memiliki nyali 5 angka dan 5 abjad. Terlalu lemah.
                Aku kembali menatap handphone dengan penuh harapan aka nada sms dari Joseph disana. Ternyata.. tidak. Aku malah lagi mendapatkan sms dari operator. Operator yang setia mengirimkan sms-sms tak jelas setiap hari. Sudah seperti pacaran dengan operator! Tapi tunggu, ada 2 sms! Siapa tau satu sms lainnya dari Joseph?
                Perlahan aku membuka pesan kedua. Lagi, bukan dari Joseph. Dari Javen yang menanyakan kemana Rebeca. Ah!! Aku terlalu bosan mendengar tentang mereka. Rebeca selalu bertanya “Kemana Javen/Lihat javen nggak”, Javen selalu bertanya “Mana Rebeca? Lagi sama kamu ga?” ! Yaampun enak kaliya pacaran kayak mereka. Meskipun banyak perbedaan diantara mereka. Tapi mereka tetep jalan terus, meskipun sering putus, tapi mereka tetep nyambung lagi. Beda jauh dengan aku yang sekalipun tidak pernah mengikat hubungan special dengan siapapun.
                Balasan singkat untuk Javen, hanya sekedar “Gak tau.” yang aku kirim ke Javen. Dan tentunya tidak menimbulkan sms lainnya yang akan memperpanjang dan malah membosankan. Kemana Joseph yang biasanya muncul dilayar handphone-ku? Mungkin memang benar. Joseph sudah taken dan aku sekarang hanya sebagai masa lalu untuknya. Kembali, aku membuka kotak miniature pemberian Joseph beberapa hari yang lalu. Mengingat jelas apa yang dia ucapkan saat itu. Hanya beberapa hari yang lalu. Mengingat jelas! Semakin jelas dan semakin jelas! Dan sekarang aku meneteskan setitik air mata kecil. Air mata pertama yang keluar dari mataku untuk seseorang yang awalnya hanya aku anggap sebagai teman. Air mata pertama yang hinggap di awal tahun ini. Air mata pertama untuk seorang teman. Air mata pertama hanya karna…. cinta.


3 komentar:

  1. Ceritanya bagus. Dan susah ditebak. Lanjutkan menulisnya ya.:)

    BalasHapus
  2. Udah tiap hari buka blog ini dan masih aja belom buat yang part 5.kapan yach?

    BalasHapus