Rabu, 13 Februari 2013

Maybe..♥ #6

 Apakah hanya untuk kamu aku tercipta? Tidak, bukan? Tapi kenapa sampai detik ini hanya kamu yang sejatinya membuat otak ini mengingat satu nama orang dan membuat jantung ini berdebar sepuluh kali lipat ketika bersama seseorang? Akankah aku menyambut kebahagiaan yang kusebut dengan ‘mustahil’?
 “Sell, bengong aja. Ayo, acara udah mau mulai.” Ujarnya memanggil namaku.
         “Iya.” Jawabku singkat sambil berjalan dengan segala upaya untuk menyunggingkan senyum dihari yang mereka katakan ‘perpisahan.’
           “Ohya, tadi aku ketemu mama kamu, cantik ya.”
         Aku hanya menyunggingkan senyum sedikit (lagi). Tak ada yang harus kujawab dan tak ada yang bisa kukatakan. Hanya sekedar basa-basi, bagiku.
          “Kenapa diem aja? Kapan lagi coba kita sama-sama kayak gini?” Rebeca menepuk pundakku.
          “Aku bingung mau bilang apa.” Jawabku (masih) dengan ekspresi datar.
          Rebeca melihat sekeliling, kembali ia menepuk pundakku, “Sell, liat Joseph!” ujarnya dengan penuh antusias.
          “Iya, aku liat. Terus kenapa?”
      “Yaampun Sel. Udah seganteng itu loh, liat jasnya , sepatunya, awww! Beda sel beda.” Rebeca bertepuk tangan kecil.
          Aku hanya menarik nafas panjang, “Iya, Javen juga.”
          “Jelas dong. Aku yang menyarankan dia pake baju yang mana, sepatu, jas, ka…..”
        Belum sempat Rebeca menyelesaikan ucapannya, aku langsung memotong, “Iya-iya. Udah berapa kali kamu ngomong gitu.” Ya, memotong berarti mempersingkat. Sebelum aku makin terdiam dan menyimpan rasa iri dalam hati.
      Selama hampir 2 tahun, aku hanya sekedar dicintai oleh seorang laki-laki yang kelabu. Kadang menghilang, kadang datang dengan membawa sejuta cerita fiktif yang sepertinya ia persiapkan berbulan-bulan. Berbeda dengan Rebeca, jelas. Hampir 2 tahun, ia memiliki hubungan yang jelas dengan Javen. Bahkan mereka masuk ke universitas yang sama. Berbeda denganku dan Jo………. Tidak. Maksudku, berbeda dengan aku dan Rebeca yang hanya bisa menjalin persahabatan via telepon atau socmed lainnya. Ya, aku akan pindah ke Bandung, sementara Rebeca masih di kota kelahiranku ini.
       
            “Sel.” Kedatangan Joseph mengagetkan disela-sela makan malam ku hari itu.
          “Apa?” tanyaku seolah tak terkejut.
          “Nih buat kamu.” ucapnya sambil tersenyum menyodorkan sebuah kotak sedang.
          “Apa?” tanyaku kembali.
          “Buka aja. Oh ya, kapan ke Bandung?” tanyanya datar.
        Selline berdeham, “Besok aku sudah mulai pindah. Eh… kamu satu universitas sama Javen?” tanyaku seolah tidak tahu.
        “Iya. Dari dulu udah gak pisah. Hm… ohya, aku kesana dulu ya.” Ujarnya menunjuk kearah teman-temannya yang sedang berkumpul seperti membuat lingkaran arisan.
      Aku hanya mengangguk. Ya, setidaknya, di hari terakhir aku melihatnya, dia masih mengingatku. Perlahan aku berjalan keluar. Menuju tempat parkir dan bersiap untuk pulang. Malam indah yang terhiasi oleh tangisan beberapa orang tak membuatku merasa terpukau. Hanya ada rasa antara senang atau sedih. Aku tidak tahu.      
          “Itu apa?” tanya mamaku yang sudah menunggu di mobil.
          Aku menggelengkan kepala, “dari Joseph.”
         Mamaku hanya tersenyum. Semuanya seperti sudah tahu tanpa perlu aku beritahu dari siapa hadiah itu. Ya, sudah langganan, kata mereka.
          “Bagus tuh.” Ucap kakakku sambil menimang boneka elmo kecil.
       Aku hanya berdeham. Mungkin mereka juga merasakan ada yang aneh dariku. Terlihat dari raut mama yang sedikit mengerenyitkan kening dan raut papa yang datar. Ya, aku harus berpisah dari mereka. Bukan hanya temanku, tapi juga keluargaku, paling tidak, ini keinginanku, bukan mereka. Aku memang telah memutuskan untuk meninggalkan monas yang selama 17 tahun kulewati dan menyambut tangkuban perahu yang tak pernah kukunjungi. Meninggalkan seorang kelabu yang selalu kuharapkan, menyambut masa depan yang kuharap jelas.
               
          Selamat tinggal Jakarta. Terima kasih untuk kenangan pahit&manis yang ada disini. Selamat datang Bandung. Semoga aku bisa lebih mendapatkan kebahagiaan yang selalu kukatakan ‘mustahil’ itu. Semoga aku bisa melupakan orang itu.

               

2 komentar: